Tuesday, January 15, 2013

[Review] Perjalanan Rasa

Judul: Perjalanan Rasa
Penulis: Fahd Djibran
Penerbit: Kurniaesa Publishing
Tebal: 203 hlm
Cetakan: Pertama, November 2012

Finally, another Fahd Djibran's book. Perjalanan Rasa adalah karya Fahd Djibran yang saya baca setelah A Cat in My Eyes dan Rahim. Saya selalu suka cara bertuturnya. Walaupun di buku ini jelas-jelas tertera genrenya adalah novel, saya lebih suka menyebutnya sebagai kumpulan renungan. Bagi saya, buku ini seakan mengajak kita berdialog, dalam sudut pandang yang berubah-ubah. Kadang Fahd Djibran menulis 'aku', kadang  berbincang dengan kita lewat sapaan 'kamu', terkadang pula menyisipkan kisahnya bersama keluarga. Bisa juga dibilang, membaca Perjalanan Rasa layaknya berbincang dengan diri sendiri. 

Ada beberapa hal menarik yang saya temui di buku ini:
  • Setelah baca beberapa bab, saya baru sadar kalau kata terakhir dari suatu bab akan jadi judul pada bab berikutnya. Unik! Sekilas bukunya terkesan tidak punya alur yang jelas, tapi ternyata justru alur yang ada sangat mengalir lewat judul di setiap bab.
  • Implisit! Ya, setiap membaca karya Fahd Djibran saya pasti mendapat kesan ada pesan-pesan implisit dalam setiap tulisannya. Makanya, bisa jadi setiap kisahnya harus dibaca pelan-pelan agar pesannya nggak ketinggalan.
  • Religius-universal. Entah tepat atau tidak pemilihan kata yang saya gunakan, tapi memang itu yang saya rasakan. Fahd Djibran selalu menyisipkan kisah tentang hubungan manusia dengan dirinya sendiri, lingkungan, juga Tuhan. Tapi caranya bercerita (menurut saya) bisa dimengerti oleh agama apapun.
  • Dialog yang lebih dewasa, mungkin karena penulis sendiri sekarang sudah jadi ayah ya.. Fahd Djibran banyak bercerita tentang istrinya, anaknya, juga kehidupan mereka. Saya baca A Cat in My Eyes tahun 2008, saya bandingkan dengan Perjalanan Rasa ini, memang terasa ada yang berbeda.
  • Kutipan-kutipan favorit. Sepertinya memang sudah ciri khasnya Fahd Djibran untuk membuat kata-kata indah, mengajak pembacanya mengangguk-angguk bersama, dan bikin pembaca pengen nulis ulang kutipan yang dia buat. 

Oya, saya suka sekali dengan halaman persembahan yang ditulis Fahd Djibran untuk anaknya, Falsafa Kalky Pahdepie. Trenyuh, terharu, penuh doa dan harapan, indah pokoknya.
belajarlah dalam kesabaran Ayub
berjalanlah bersama keberanian Ibrahim
bacalah semesta melalui kecerdasan Sulaiman
taklukkan dunia dengan ketangguhan Musa
himpunlah semua kebijaksanaan Yakub
katakanlah kebenaran semerdu suara Daud
kasihilah sesama sepenuh cinta Isa
lalu masukilah kebeningan dirimu
bersama ketakwaan Muhammad

Buku ini cocok dibaca siapa saja yang ingin menyelami berbagai perasaan, menjajal perjalanan rasanya sendiri. Siap-siap dibawa ke masa lalu, diajak berdiskusi dengan fenomena masa kini, bisa juga jadi galau karena merasa ada kemiripan kisah. Sayang, bintang yang ingin saya berikan harus berkurang karena cukup banyak kesalahan penulisan. Akhirnya, saya berikan 3/5 bintang untuk buku ini. Selamat menjelajahi perjalanan rasamu!

"Semoga Tuhan mendekatkan semua rahasia perasaan pada jawabannya"

4 comments:

  1. Wah, ternyata genre kesukaannya mba Luluk model yg gini ya. Dalem. XD

    ReplyDelete
  2. ahaha... sebenernya genre apa aja coba baca kok. tapi akhir-akhir ini lagi banyak baca yg kaya gini aja... maklum, ada hubungannya juga sama...(uhuk)...usia :p

    ReplyDelete
  3. Sempat saya mencoba bersentuhan dengan karya Fahd lewat A cat in my eyes dan Menatap Punggung Muhammad, tapi saya bosan dengan gaya tulisannya *maapkeun*
    meski begitu, saya akui memang setiap tulisannya itu kontemplatif. saya juga kadang mengikuti tulisannya di blog.
    oia, salam kenal mb Lulu :-)

    ReplyDelete
  4. Kita bukan apa-apa, dan bukan siapa-siapa, sampai kita mewakili pikiran dan perasaan kita sendiri!

    Tabik.. :-)

    ReplyDelete