Wednesday, January 2, 2013

[Review] A Cat in My Eyes: Karena Bertanya Tak Membuatmu Berdosa


Judul     : A Cat In My Eyes: Karena Bertanya Tak Membuatmu Berdosa
Penulis  : Fahd Djibran
Penerbit : Gagas Media
Tebal : 162 halaman
Cetakan:  Pertama, 2008

Membaca judulnya sepintas, dimana kucing dijadikan salah satu tokoh utama, cukup menimbulkan rasa penasaran mengenai isi bukunya. Ada apa dengan seekor kucing? Atau mata kucing? Pertanyaan-pertanyaan itu sedikit demi sedikit akan terjawab ketika membaca lembaran-lembaran dalam buku ini. Tentu saja buku ini tidak melulu berbicara tentang kucing. Mata kucing dalam buku ini diibaratkan sebagai makhluk yang selalu bertanya-tanya, yang tidak akan kehabisan bahan untuk dipertanyakan.

Dibalut dalam 27 kisah yang dengan sederhana sekaligus mendalam berbicara tentang Tuhan, hidup, dan cinta. Sederhana karena masalah yang diangkat dalam buku ini cukup akrab dengan kehidupan kita sehari-hari. Mendalam karena ternyata dari kisah sederhana tersebut tersimpan makna yang mungkin tidak terpikirkan sebelumnya. Lihat saja dalam salah satu kisah yang berjudul ”Tubuh”, yang juga menjadi kisah pembuka dalam buku ini. Kisah ini berusaha mencari definisi atau arti yang tepat tentang satu kata, yaitu cantik. Kata yang tentu tidak asing bagi kita. Namun buku ini mampu mengungkapkan betapa sulitnya usaha sang tokoh utama untuk menemukan definisi yang paling tepat tentang satu kata itu, padahal sesungguhnya apa yang mereka cari juga tidak jauh dari kehidupan mereka.

Lihat pula kisah yang berjudul ”A Cat In Your Eyes”. Kisah ini menceritakan dua perlakuan berbeda terhadap seekor kucing dan seorang manusia yang tertabrak mati oleh sebuah mobil. Menabrak kucing yang masih dipercaya sebagai pertanda buruk membuat bangkainya diperlakukan lebih manusiawi daripada seorang manusia yang tertabrak mobil yang sama. Kisah ini bisa dijadikan cerminan bagi masyarakat Indonesia yang masih cukup percaya dengan berbagai mitos sehingga bisa mengesampingkan perasaanya sebagai seorang manusia.

Di samping dua judul di atas, masih ada 25 judul lain yang patut Anda selami, di antaranya adalah ”Matamu yang Sepi”, ”Kepada R”, ”Ke Manakah Kau Siang Tadi, Tuhan?”, dan ”5 untuk Bunda”. Membaca kisah-kisah dalam buku ini akan membuat Anda menemukan makna dan sudut pandang yang lain atas kejadian yang sebenarnya tidak asing. Kejadian dan perasaan yang sangat manusiawi, misalnya merindukan kekasih, akan diceritakan sangat apik dalam buku ini.

Fahd Djibran telah berhasil membuat buku ini menjadi sebuah paket lengkap berisi hubungan manusia dengan Tuhan, dirinya sendiri, lingkungan sosialnya, bahkan dengan hal-hal abstrak semisal waktu. Kisah hidup sehari-hari yang sebelumnya tidak pernah dipikirkan secara mendalam berhasil dikemasnya dalam bahasa yang cerdas sehingga bisa dilihat segi kompleksitasnya. Hal ini diamini pula oleh Dewi ’Dee’ Lestari, penyanyi sekaligus novelis, yang turut memberikan komentarnya akan buku ini.

Buku ini bisa pula dijadikan renungan mengenai hal-hal yang semakin marak terjadi belakangan ini, misalnya mengenai kriminalitas yang semakin menjadi-jadi. Kisah cinta masa kecil pun turut pula disertakan oleh Fahd Djibran, menggambarkan betapa polosnya seorang anak kecil yang baru menyadari bahwa ada sesuatu yang disebut ”menyukai seseorang”. Secara garis besar, buku ini benar-benar berbicara mengenai realitas yang cenderung disimpan rapat-rapat dan kita sendiri pun merasa berat untuk mengakuinya.

Pertama kali melihat sampul bukunya, lucu dan unik, dua kesan itulah yang hinggap di kepala saya. Pemandangan jalan raya yang sepi dan seekor kucing di bagian tengahnya, dengan latar langit biru yang cerah membuat saya menerka-nerka isi di dalamnya. Rasa penasaran itu bertambah ketika mengetahui bahwa buku dengan sampul yang lucu ini dilabeli dengan kategori sastra.

Label sastra dalam buku ini memang tidak main-main. Terkadang untuk memahami satu kalimat atau satu judul, tak cukup hanya dengan membacanya satu kali saja. Namun, bukan berarti pula buku ini hanya cocok dinikmati para penggila sastra dan pembaca setia buku sastra. Usaha yang perlu dilakukan pembaca untuk mencari makna apa yang sebenarnya ingin diungkapkan Fahd Djibran membuat buku ini pantas dibaca siapa saja yang selalu ingin mencoba hal baru. Bahasa yang terkadang lugas, terkadang pula rumit membuat kita semakin bertanya-tanya dan ingin segera menuntaskan rasa ingin tahu kita.

Namun, ada kelebihan tentu ada pula kekurangan. Ada yang mengganjal bagi saya ketika membaca buku ini. Rasa ingin tahu yang terus-menerus ditimbulkan oleh buku ini memang bagus. Akan tetapi, hal itu bisa menjadi suatu kebingungan karena terasa buku ini kurang memiliki alur dalam ceritanya. Sebagai contoh ada beberapa kisah yang bercerita tentang bunda tetapi kedua kisah tersebut harus terpisah cukup jauh dengan diselingi kisah-kisah lain di antara keduanya. Penempatan seperti ini bisa membuat pembaca kesulitan dalam mengatur alur pikiran.

Terlepas dari kelebihan maupun kekurangan dalam buku ini, ”A Cat In My Eyes: Karena Bertanya Tak Membuatmu Berdosa” tetap bisa menjadi pilihan bagi Anda yang gemar bertanya. Gemar mencari dan mengetahui lebih dalam lagi mengenai Tuhan, hidup, dan cinta. Jadi, jika Anda menyimpan banyak pertanyaan yang tak jauh-jauh dari kehidupan kita, buku ini bisa menjadi salah satu referensi Anda untuk menemukan jawaban atau justru membuat pertanyaan Anda semakin berkembang. Teruslah bertanya, karena bertanya tak membuatmu berdosa bukan?

1 comment:

  1. jadi penasaran pengen beli... ehh, ada yang mau kasih pinjam gak? hahhaa

    Modal gratisan :)

    ReplyDelete