Friday, January 16, 2015

[Review] Mencari Tepi Langit

Judul: Mencari Tepi Langit
Penulis: Fauzan Mukrim
Editor: Gita Romadhona
Proofreader: Alit Tisna Palupi
Penata Letak: Wahyu Suwarni
Desainer Cover: Jeffri Fernando
Penerbit: Gagas Media
Cetakan: Pertama, 2010



Horizon Santi, seorang perempuan yang tak pernah menganggap uang menjadi masalah. Hidup di tengah keluarga berada, dengan dua orang adik, seorang ayah yang sangat baik, dan seorang ibu tiri. Identitas dirinya tiba-tiba terasa kabur ketika mendapati fakta bahwa ia bukanlah anak kandung di keluarga tersebut. Santi langsung memutuskan keluar dari rumah dan bertekad untuk mencari orang tua kandungnya.
 
Senja Senantiasa, seorang pria yang lahir di pagi hari –berkebalikan dengan namanya-. Seorang wartawan yang dimintai tolong oleh Santi untuk mengusut asal-usul orang tuanya. Senja terbiasa bertugas di wilayah konflik ataupun bencana, memiliki adik yang tiba-tiba berseberangan jalan dengannya. 
Pada awalnya, kedua tokoh ini tidak saling kenal. Pertemuan pertama mereka terjadi ketika Santi meminta tolong Senja untuk membantunya mencari orang tuanya. Itulah konflik pertama di novel ini. Namun, isi novel seterusnya justru banyak menceritakan perjalanan dinas Senja ke berbagai wilayah di Indonesia. Juga hubungan Senja dengan temannya, Ari, dan masa lalunya dengan sang adik.

Buku ini sangat penuh dengan potongan-potongan peristiwa sejarah Indonesia, tapi tidak berlebihan. Peledakan bom di beberapa wilayah Indonesia, GAM, hingga tsunami Aceh memenuhi lembar demi lembar dalam novel ini. Namun, jangan bayangkan kita akan membaca buku teks sejarah ataupun koran. Diksi yang mengalir membuat saya tidak bosan dalam membacanya, justru ketagihan untuk terus membuka lembar demi lembar novel ini.
Hubungan Santi dan Senja selalu disisipkan sepanjang buku ini. Saya merasa hubungan di antara mereka tidak menjadi ide utama dalam buku, tapi juga tidak membosankan, pas. Membuat buku ini tidak kekurangan unsur romantis, tapi juga tidak menjadikan novel ini bertema cinta semata. Saya justru menyayangkan tagline yang ditulis dalam cover, “karena satu dari setiap luka membawamu bertemu cinta”. Menurut saya, tagline itu memberi kesan seolah-olah novel ini memang novel romantis, padahal sebenarnya bukan.
Jika ada yang membuat saya merasa kurang tentang buku ini, adalah endingnya yang menyisakan beberapa pertanyaan. Saya masih ingin mengetahui akhir kisah beberapa tokoh di buku ini, tapi ternyata penulis membiarkannya menggantung.
Fauzan Mukrim, sang penulis, memang memilik pengalaman sebagai jurnalis. Hal ini pun tercermin dalam pemilihan kata-kata dalam novelnya. Kalimatnya begitu lugas, tidak terlalu ‘berbunga’, dan mengalir lancar. Meski ada beberapa ending yang menggantung, saya merasa puas saat menutup buku ini. Bagi saya pribadi, buku ini juga mengingatkan saya akan pengalaman menjadi jurnalis, meski dalam lingkup kampus. Akhirnya, 4/5 bintang saya sematkan untuk novel ini.

No comments:

Post a Comment