Monday, March 16, 2015

[Review] Stasiun

Judul: Stasiun
Penulis: Cynthia Febrina
Penerbit: PlotPoint
Tebal: 188 hlm
Cetakan: I, Juni 2013




Adinda dan Ryan adalah dua dari sekian banyak orang yang menjadi ‘anak kereta’. Setiap hari, keduanya menggunakan KRL dari Stasiun Bogor menuju kantor mereka di Jakarta. Berbeda dengan Ryan yang memang menikmati statusnya sebagai anak kereta, Dinda awalnya justru terpaksa. Kalau bukan karena dia putus dari Rangga, tunangannya, Dinda nggak akan mau repot-repot ke stasiun setiap hari.


Adinda dan Ryan, keduanya ada di stasiun yang sama setiap hari. Namun, mereka menjalani kehidupan masing-masing. Dinda sering menghabiskan waktunya bersama Sasha, sahabatnya. Dia yang awalnya cuek dengan keadaan sekitar lama-kelamaan menjadi lebih peka. Apalagi setelah Dinda mencoba naik kereta ekonomi. Sedangkan Ryan lebih sering berinteraksi dengan pedagang di sekitar stasiun. Banyak pedagang yang akhirnya menjadi kenalan, beberapa di antaranya malah sudah seperti sahabatnya.

Adinda dan Ryan yang asing satu sama lain, akhirnya akan mulai merasakan kehadiran masing-masing. Kisah selengkapnya dapat kamu baca di buku ini.

Jujur saja, buku ini saya ambil dari rak karena covernya yang cantik. Ilustrasi kereta dengan warna-warna sederhana justru membuatnya menarik. Ditambah lagi buku ini tidak terlalu tebal. Pas dengan mood saya yang memang lagi pengen bacaan ringan.

Saya cukup menikmati gaya bahasa yang digunakan penulis, cukup mengalir. Namun, ada satu bagian yang cukup mengganggu. Diceritakan Adinda sedang menunggu kereta datang. Di dekatnya ada pasangan suami istri yang usianya tidak muda lagi. Niat penulis mau menggambarkan adegan romantis di antara keduanya. Tapi bahasa yang digunakan terlalu mendayu-dayu buat saya, tidak pas dengan keadaan sekarang. Mungkin penulis memilih bahasa itu karena tokoh yang sedang berbicara usianya sudah lanjut dan tidak terbiasa dengan bahasa gaul. Tapi tetap kurang pas, dialognya terlalu ganjil buat diucapkan di masa sekarang, di depan umum pula.

Saya bisa merasakan emosi dari konflik yang ada dalam buku ini. Namun, menurut saya terlalu banyak konflik yang dimunculkan. Kadang malah beberapa konflik itu berlalu begitu saja, seperti selingan. Pertemuan Ryan dan Adinda juga terlalu singkat, tapi saya tidak terlalu mempermasalahkannya karena dari awal saya tidak memasukkan buku ini ke genre romance.

Secara keseluruhan, buku ini cukup membuat saya ingin menuntaskannya.Tidak ‘wah’ banget, tapi tidak juga membuat saya berhenti di tengah-tengah. Ditambah cover dan pembatas bukunya yang cantik, akhirnya saya memberikan 3/5 bintang. 

Friday, January 16, 2015

[Review] Mencari Tepi Langit

Judul: Mencari Tepi Langit
Penulis: Fauzan Mukrim
Editor: Gita Romadhona
Proofreader: Alit Tisna Palupi
Penata Letak: Wahyu Suwarni
Desainer Cover: Jeffri Fernando
Penerbit: Gagas Media
Cetakan: Pertama, 2010



Horizon Santi, seorang perempuan yang tak pernah menganggap uang menjadi masalah. Hidup di tengah keluarga berada, dengan dua orang adik, seorang ayah yang sangat baik, dan seorang ibu tiri. Identitas dirinya tiba-tiba terasa kabur ketika mendapati fakta bahwa ia bukanlah anak kandung di keluarga tersebut. Santi langsung memutuskan keluar dari rumah dan bertekad untuk mencari orang tua kandungnya.
 
Senja Senantiasa, seorang pria yang lahir di pagi hari –berkebalikan dengan namanya-. Seorang wartawan yang dimintai tolong oleh Santi untuk mengusut asal-usul orang tuanya. Senja terbiasa bertugas di wilayah konflik ataupun bencana, memiliki adik yang tiba-tiba berseberangan jalan dengannya. 
Pada awalnya, kedua tokoh ini tidak saling kenal. Pertemuan pertama mereka terjadi ketika Santi meminta tolong Senja untuk membantunya mencari orang tuanya. Itulah konflik pertama di novel ini. Namun, isi novel seterusnya justru banyak menceritakan perjalanan dinas Senja ke berbagai wilayah di Indonesia. Juga hubungan Senja dengan temannya, Ari, dan masa lalunya dengan sang adik.